Minggu, 20 Januari 2013

PHK dan Kepemimpinan Dalam MSDM dan Kasus Tenaga Kerja Sumatera Utara


BAB  I
PENDAHULUAN

1.1              Pengertian  Pemutusan  Hubungan Kerja

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha NegaraSelain itu, ketentuan PHK dalam UU Ketenagakerjaan juga diwarnai oleh berbagai putusan dari Mahkamah Konstitusi

1.2              Pengertian Kepemimpinan Dalam MSDM dan Kasus  Tenaga Kerja Sumatera  Utara
Dalam Manajemen Sumberdaya Manusia (MSDM), pemimpin adalah seseorang yang melaksanakan beberapa hal yang benar atau sering disebut “people who do the right thing”. Sementara manajer adalah seseorang yang harus melaksanakan sesuatu secara benar atau disebut “people who do things right”. Dalam konteks MSDM maka seseorang yang bertanggung jawab dalam hal mutu SDM membutuhkan ketrampilan kepemimpinan dan manajemen. Dengan kata lain dibutuhkan adanya kepemimpinan dan manajer sebagai suatu kesatuan dalam organisasi. Dalam hal ini komitmen manajemen dalam melaksanakan MSDM adalah penting tetapi tidaklah cukup. Jadi dibutuhkan suatu elemen manajemen mutu SDM yang disebut dengan kepemimpinan mutu yang dibuktikan nyata dalam pelaksanaan program.
        Dengan mengadopsi model Deming PDSA (1986), perbaikan mutu SDM harus dimulai dari perencanaan strategik perusahaan. Kemudian diturunkan menjadi perencanaan strategis MSDM kemudian diturunkan kembali menjadi rencana strategis MSDM atau Plan (P). Di dalam perencanaan itu antara lain diuraikan tujuan MSDM yang ingin dicapai. Dari rencana strategis itu kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk tahapan berikutnya yaitu dilakukannya perubahan-perubahan sistem perbaikan mutu SDM. Agar efektif dan efisien maka MSDM membutuhkan manajemen perubahan yang merupakan elemen Do (D). Melalui elemen ini terjadi perbaikan mutu SDM bersinambung yang pada gilirannya akan tercipta suatu budaya perusahaan tentang mutu SDM. Dengan kata lain menempatkan perbaikan mutu SDM menjadi salah satu tujuan utama dalam mencapai mutu produk perusahaan. Disinilah perbaikan mutu SDM berhubungan dengan elemen Study (S). Untuk itu, perbaikan mutu SDM dalam perusahaan membutuhkan kepemimpinan mutu SDM yang dikelompokkan menjadi elemen Act (A).
       
BAB II
ISI

2.1       Pemutusan Hubungan Kerja
Perselisihan antara buruh dan pengusaha kerap sekali terjadi. Mayoritas sengketa yang berlabuh di pengadilan hubungan industrial adalah mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebagaimana diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 TentangKetenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
 Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya.

Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir?
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerjadapat berakhir apabila :
·         pekerja meninggal dunia
·         jangka waktu kontak kerja telah berakhir
·         adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubunganindustrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
·         adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungankerja. 
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Apa yang dimaksud dengan PHK sepihak oleh perusahaan/majikan?
Perusahaan dapat melakukan PHK apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjiankerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum mem-PHK, perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut-turut. Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan SP 3 secara langsung atau langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang berbeda-beda.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/pailit. PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.
Bagi pekerja yang diPHK,  alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.  Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Atas dasar apa, perusahaan dapat  melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a.      Pekerja melakukan kesalahan berat
Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan berat?
·         Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahan.
·         Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahan.
·         Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja.
·         Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
·         Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
·         Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.
·         Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
·         Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
·         Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
·         Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau PerjanjianKerja Bersama (PKB).
b.      Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang penghargaan masa kerjasebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.
Untuk Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga PenyelesaianHubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.
c.       Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian
Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.
Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.
d.      Pekerja mangkir terus menerus
Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerjadianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerjadengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir,  berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
 e.      Pekerja meninggal dunia
Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masakerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.
 f.        Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6  bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masakerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.

Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja?
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
·         Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
·         Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·         Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
·         Pekerja menikah
·         Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
·         Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
·         Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
·         Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
·         Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
·         Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungankerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apa yang dimaksud dengan pekerja yang mengundurkan diri?
Pekerja mengundurkan diri karena berbagai hal diantaranya pindah kerja ke tempat lain, berhenti karena alasan pribadi, dll. Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan tanpa paksaan/intimidasi tapi pada prakteknya, pengunduran diri kadang diminta paksa oleh pihak perusahaan meskipun Undang-Undang melarangnya.
Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat :
·         Pekerja wajib mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya
·         Pekerja tidak memiliki ikatan dinas
·         Pekerja tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi uang pisah, uang penggantian hak cuti dan kesehatan dan biaya pengembalian ke kota asal penerimaan. Akan tetapi Undang – Undang tidak mengatur hak apa saja yg diterima pekerja yang mengundurkan diri, semua itu diatur sendiri oleh perusahaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjiankerja bersama. Pekerja yang berhenti karena kemauan sendiri tidak mendapat uang pesangon ataupun uang penghargaan, beda halnya dengan pekerja yang diPHK. Pekerja mungkin mendapatkan uang kompensasi lebih bila diatur lain lewat perjanjian kerja.

Apa yang dimaksud dengan pekerja yang habis masa kontraknya?
Pekerja yang habis masa kontraknya adalah pekerja yang hubungan kerjanya telah berakhir seperti yang tertera dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Apabila pekerja tidak melanggar peraturan perusahaan dalam pelaksanaan PKWT ini, maka PHK yang terjadi termasuk kategori putus demi hukum. PHK semacam ini tidak mewajibkan perusahaan untuk memberikan uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak.

Bagaimana perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 adalah :
·         masa kerja kurang dari 1 tahun  = 1 bulan upah
·         masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
·         masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
·         masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
·         masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
·         masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
·         masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun  = 7 bulan upah
·         masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun  = 8 bulan upah
·         masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah

Bagaimana perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang penghargaan adalah sebagai berikut :
·         masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
·         masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
·         masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
·         masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
·         masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
·         masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
·         masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
·         masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.

Apa saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja apabila terjadi PHK?
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal 156 UU No.13/2003 :
·         Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
·         Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
·         Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
·         Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerjabersama

Apa saja komponen yang digunakan dalam perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan?
Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
·          upah pokok
·         segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.


2.2       Kepemimpinan Dalam MSDM dan Kasus  Tenaga Kerja Sumatera  Utara
Pengembangan SDM yang ada dari SDM yang tradisional ke SDM yang dinamis yang dapat berkembang dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi kerja seseorang sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki dan pada periode tertentu diadakan penilaian untuk mengetahui sejauh mana hasil penerapan dilaksanakan sesuai harapan (Appraisal). Dapat kita lihat bahwa pentingnya pengembangan Sumber Daya Manusia itu sudah ada sejak zaman dahulu Prestasi kerja yang berhasil dicapai suatu perusahaan tidak terlepas dari prestasi kerja manusia.

Kesempurnaan karenanya dapat dicapai dengan pelatihan dan pegembangan Sumber Daya Manusia yang terus menerus secara berkesinambungan. Pelatihan dan pengembangan dapat membantu meningkatkan efekifitas organisasi melalui peningkatan efektifitas individu.
Untuk mengkelola dan mengembangkan Sumber Daya Manusia secara efektif, kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan hendaknya diidentifikasi dan dipenuhi secara efektif dan sistematis yang luas.

Untuk mencapai hasil tersebut diatas dipergunakan beberapa hal:

1. Mengadakan pendekatan dengan cara yang paling efektip. Pengalaman-pengalaman praktek dan penilaian empiris menurut De Vries 1981 menyatakan bahwa system penilaian prestasi kerja yang paling efektip didasari oleh:
a. Tuas atau objektip yang ditentukan terlebih dahulu.
b. Penilaian atas hasil yang dicapai.
c. Pemeriksaan atas perbedaan-perbedaan yang terjadi.
d.Tindakan atas perbedaan-perbedaan itu.

Pemindahan dapat berupa pelatihan dan pengembangan untuk memperbaiki kekeliruan-kekeliruan. Juga bisa diadakan penyuluhan-penyuluhan atau pengarahan.
2. Mengadakan penilaian atas prestasi kerja (Appraisal). Penilaian atas prestasi kerja dapat memiliki satu atau lebih dari tiga kegunaan menurut Rande 1984 sbb:
a. Penilaian sering digunakan untuk menentukan imbalan sehingga upah atau bonus digerakkan menuju atau sesuai dengan prestasi kerja.

b. Penilaian prestasi kerja digunakan untuk meningkatkan prestasi saat ini terutama
dimana ada kelemahan-kelemahan.

c. Penilaian sering digunakan untuk dasar menilai potensi yaitu apa yang dapat dilakukan oleh seseorang apabila diberikan kesempatan untuk jabatan yang lebih tinggi.

Kepala Bidang (Kabid) Statistik Produksi Badan Pusat Statistisk (BPS) Sumut, Erwin Said, mengatakan persentase sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara pada tahun 2011 meningkat hampir mencapai 51 persen, yaitu mencapai 50,90 persen per Februari 2011, jika dibandingkan Februari 2010 yang hanya mencapai 47,52 persen.Menurut Erwin, kondisi itu ada kaitannya dengan masih luasnya areal pertanian maupun perkebunan di daerah Sumut termasuk sulitnya mencari pekerjaan.
"Jumlah angkatan kerja di Sumut pada Februari 2011 mengalami peningkatan sebanyak 11.061 dari periode sama tahun lalu atau mencapai 6.413.952 orang. Setelah pertanian, sektor terbesar kedua penyerap tenaga kerja adalah perdagangan dan sektor jasa kemasyarakatan, masing-masing 17,62 sampai 14,65 persen,"
Peningkatan angkatan kerja itu diriingi dengan peningkatan penduduk yang bekerja dalam jumlah yang lebih banyak. Pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja naik 63.270 orang dari periode sama 2010 atau mencapai 5.953.336 orang.
Sementara, Kepala Dinas Pertanian Sumut, M Room S, mengatakan sektor pertanian memang membutuhkan pekerja, apalagi dewasa ini, pemilik lahan sering mengupahkan penanaman dan pemanenan hasil tanamannya.Lahan pekerjaan di sektor pertanian itu, semakin besar ketika harga jual hasil pertanian lagi ma hal seperti dewasa ini. Penyerapan di sektor petanian itu akan semakin besar pada semester dua ini, karena pemerintah sedang memprogramkan pengembangan jagung dan kedelai yang tentunya areal tanaman itu semakin luas.



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha, yang segala ketentuannya diatur  berdasarkan  Undang-Undang.
Peran pemimpin dalam menuntun peran para tenaga kerja untuk mempengaruhi dan membangun satu kebiasaan dalam pola berpikir yang mampu mendorong daya kemauan mereka menjadi satu keinginan dalam proses pengambilan keputusan dengan tahap-tahap menjadi satu pola berpikir secara sistimatik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar